JUMLAH PENGUNJUNG BLOG INI

Cerita Eka Puspita Wardani Saat Jadi Wartawan Sekolah di Radar Jember



Cerita Eka Puspita Wardani Saat Jadi Wartawan Sekolah di Radar Jember

Oleh : Eka Puspita Wardani (Kelas XC)

Terasa bahagia sekali mengingat pada hari Kamis besok ekstrakurikulerku mau goes to Radar. Rencana tersebut didukung habis-habisan oleh semua temanku termasuk aku juga. Namun sayang sekali, Aita temanku tidak bisa join karena badannya bisa jadi tidak fit ketika masuk ke dalam mobil alias mabukan. Persiapan demi persiapan telah direncanakan dengan matang dengan harapan kunjungan belajar tersebut bisa berjalan dengan lancar.
Sehari sebelum keberangkatan, kami peserta ekstrakurikuler jurnalistik merapatkan segala persiapan yang akan dibawa menuju Radar. Dalam hati memaksa untuk mengatakan "aku tidak sabar", ya itu suara jiwa dan hanya aku yang bisa mendengarnya. Sepulang rapat aku menunggu hari esok tiba, berharap kamis yang ditungu-tunggu segera datang.
Riuhnya kokokan ayam membangunkan tidurku pada pukul empat pagi. Setelah melaksanakan ibadah, segeralah aku mandi menyiapkan diri untuk berangkat ke tempat yang sudah dinanti. Keberangkatan kami dimulai pada pukul sembilan pagi. kami masih ikut pelajaran pertama karena travel datangnya pada jam pelajaran  kedua. "Mati lampu" olokan teman-teman sebab aku memakai seragam biru putih. "Enak Eka" rintihan teman-teman karena aku bisa jalan jalan ke Jember. "seneng aku" tuturku menjawab omongan mereka.
Sebelum berangkat, kami diberi arahan oleh kepala sekolah. Beliau tidak bisa mendampingi tour kami karena ada suatu halangan, jadi beliau hanya menyertakan pesan yamg harus kami bawa ke Radar. "Saya sangat mendukung program ini, saya harap wawasan dan kualitas bertambah, dan semoga ada hasilnya" usai memberi petuahnya, kami segera masuk ke dalam travel yang telah menunggu di depan gapura sekolah. Awalnya aku sempat aneh melihat tulisan yang terpampang nyata tertempel di dahi travel, Yayasan Abdul Wahid Hasyim. Setelah dipikir, biarlah, toh ini travel sudah dibayar juga, pikirku sambil ketawa sendiri.
Aku kebagian bangku di belakang pak sopir, aku duduk dengan mbak Dewi serta Mbak Aima, beruntung aku bukan orang pemabuk. Eisss mabuk perjalanan maksudnya, jadi di dalam travel aku tetap ceria, foto-foto dengan kawan-kawan, dan jangan lupakan sesuatu yang penting, nyemil. Meskipun aku orang kampung, sorry aku bukan orang kampungan. aku tahulah bagian dari kota Jember, yah walaupun sedikit. Seluruh jalan yang dilewati travel ini aku teliti, bahkan jika itu jalan setapak sekalipun. Mumpung ada di kota, sekalian tambah wawasan.
Sial, kami terjebak di lampu merah. Dulu lampu merah adalah hal yang ingin aku temui ketika silaturrahmi ke rumah saudara waktu hari raya, istilah kerennya ngelencer. Tapi sekarang udah males yang namanya berjumpa dengan lampu lalu lintas itu. Baiknya kami berangkat dengan travel, lumayan kerasa sepoinya ac dibanding yang pakai motor harus rela diterjang sengatan sinar sang surya.
Lurus, belok kiri, eh belok lagi ke kiri dan akhirnya eng ing eng.. kita sampai ke Radar Jember. Semua kawan tampak tersepona, saking bagusnya pepohonan yang menjulang dan tampak menonjol kedepan itu menjadi pusat perhatianku dan teman-temanku. Sebelumnya ada intruksi dari pak Deni agar jangan turun sebelum beliau panggil, "takutnya gak jadi" itu kata beliau yang cukup menggelikan. Bagaimana tidak? Aku telah menunggu untuk kunjungan ini lalu tidak jadi?  Oh sungguh menggelikan, sehingga aku ingin senyum sinis. Namun takdir tak rela jika wajah ini harus mengeluarkan senyum sinisnya, tapi ia menghendaki senyum kebahagiaan. Pak Deni menyuruh kami turun dan segera masuk ke dalam kantornya.
Aku menginjakkan kaki di lantai kantor Radar, berusaha untuk terlihat PD dan ternyata aku bisa, aku harus PD karena aku masuk duluan. Di dalam ada mbak-mbak sama mas-mas yang lagi duduk di kursi, PD ku meredup. Mau salaman apa tidak, mengingat mereka ini mas-mas, bukan muhrimmm.. .akhirnya ketika beberapa teman sudah masuk aku mengikuti dari belakang.
Ada seorang bapak yang mengarahkan kami masuk ke sebuah ruangan yang belum kami ketahui sebelumnya. Kini PD ku bersinar kembali, bermodal PD dengan bangganya aku duduk di atas kursi empuk. Meja yang melingkar panjang serasa aku sudah menjadi karyawan Radar. Seluruh sudut ruangan tak luput dari pandanganku, ada lukisan, jendela besar yang langsung berhadapan dengan halaman Radar itu sendiri serta ac menyejukkan ruangan.
Ternyata bapak-bapak yang tadi itu adalah bapak wakil pimpinan redaksi, namanya bapak Shodiq Syarif. Beliau sudah berumur namun tetap OK. Beliau lalu menyampaikan sambutan, agak lama, tetapi kami bisa tahu sejarahnya Radar, keren. Ketika sambutannya berakhir, beliau memberi kesempatan kepada kami untuk bertanya, sebenarnya aku bingung mau tanya apa, karena brifing persiapan kemarin, kelompokku terima tugas mewawancarai seorang wartawan, dan yang dihadapanku saat ini adalah bapak wakil pimred. Mbak Aim, mbak Dita, mbak Pipo, kak Putra, sama Hasi sudah mulai bertanya. Jiwaku mulai berteriak, "Ya Allah aku pingin takon" kembali lagi, hanya aku yang bisa mendengarnya. Akhirnya aku dapat kesempatan untuk bertanya, "pak, dari proses pencarian, lalu diketik, sampai proses percetakan itu kira kira sampai berapa hari?" bapak itu spontan tertawa, aduh malu sekali jika perntanyaanku ini salah. Tanganku langsung sedingin es, beruntung ada Mila di sampingku jadi aku segera memegang tangannya. Mila terlihat heran, dan akupun ikut heran juga, tangan Mila okey okey saja, lah kenapa tanganku sedingin ini, kacep bahasa jawanya. Badanku adem panas menunggu jawaban pak Shodiq itu, tetap Pak shodiq menjawabnya, bla bla bla sampai selesai. Dari ini aku harus mikir seribu kali untuk kembali bertanya.
Ketika sesi pertanyaan telah berakhir, kami keluar dari ruangan itu dan mengambil foto untuk dijadikan kenang-kenangan. Sesi awal pemotretan kami berfoto dengan bapak shodiq saja, lalu nanti saat akan pulang kami berfoto dengan para karyawannya. Kebetulan yang memotret pada saat itu adalah kak Putra yang juga salah satu anggota jurnalistik, namun khawatir tidak masuk ke dalam foto, jadi fotografernya di pindah tangankan ke seseorang yang dari jauh mirip Reza D' Academy. Beneran, aku juga sempat bilang kepada Mila yang berada di sampingku saat berfoto bersama. Usut punya usut ternyata laki laki tadi adalah fotografer handal, wauw sekali orang itu, pikirku.
Bubar dari barisan foto, kini kami berpencar menuju pos masing-masing. Maksudnya tempat yang akan di wawancarai, sayangnya kami datang di saat yang kurang tepat, karena pada jam-jam seperti ini karyawan Radar seperti wartawan sibuk mencari berita. Tapi , jangan panggil aku eka kalau aku laki-laki, emang iya kan? Hihihi. Tidak ada rotan akarpun jadi, tidak ada wartawan, mahasiswa magang pun jadi, ceilah.
Ketika si mahasiswa tersebut sedang mewawancarai pak Deni, kelompokku sibuk berpikir untuk menyusun pertanyaan baru, dibantu bu Ismi akhirnya pertanyaan tersebut selesai. Kami segera menyiapkan diri untuk tampil sebagai seorang wartawan MA Al-Misri. Awalnya aku bertanya tentang nama dan asalnya, ternyata dua kakak yang sedang aku wawancarai berasal dari Asembagus Situbondo, kakak yang tinggi cungkring namanya kak Sufyan, kalau kakak yang satunya namanya kak Andika. Lalu aku bertanya apa yang telah aku siapkan tadi, eh ladalah ketika ditanya, udah magang berapa lama kak? Dan kakak itu menjawab masih satu hari, kacau kalau gini pertanyaannya gak ada yang cocok dong. Baiknya kakak itu ramah, jadi kakak itu yang balik nanya ke kita, sehingga dari wawancara yang berujung ke ngobrol, aku dan tim bisa mengira-ngira pertanyaan apa yang setelah ini akan dilontarkan.
Seperti yang aku singgung di awal, sebelum pulang kami mengambil foto lagi dengan karyawan Radar, setelah itu bye bye Radar, kami pulang. Sebelumnya pak Deni menyuruh kami untuk memeriksa barang mungkin ada yang ketinggalan. Langsung kemudian kami naik mobil, menuju ke sekolah, di tengah jalan pak Deni masih bertanya untuk memastikan apakah barang kami sudah lengkap atau belum, sekali lagi kami jawab "sudah pak". Pak Deni diam, selang beberapa menit kemudian Pak deni kelihatan bingung dengan mencari tasnya, "rek mana tas saya?" Sungguh bapak guru yang baik, saking pedulinya kepada murid-muridnya, tasnya sendiri ketinggalan,,,hihi. untungnya jarak kami masih dekat dengan radar, jadi masih bisa diambil dengan jalan kaki. Kemudian pak deni menyuruh kak Putra untuk mengambilnya di Radar. Selanjutnya kami telah benar-benar berpisah dengan Radar dan bertemu kembali dengan sekolah tercinta, MA. AL-MISRI.
Kami datang di sekolah pada jam keempat pas mau sholat. Intruksi pak Deni ketika sampai di sekolah segera beranjak ke Laboratorium IPA. Di lab IPA kami harus menyelesaikan tugas membuat laporan kegiatan atau berita. Aku dengan tim mengumpulkan data-data yang telah kami dapat dari Radar, selesai dua baris penulisan berita, eh taunya ada nasi pecel di depan mata, jadi maaf berita aku harus mengisi perutku dulu. Bella, Sulis, dan Indah termasuk dalam timku, selain Indah kedua temanku ini suka selfie, haha aku juga. Sak luwe-luwene sek sempet selfie, kalau kata orang korea sih gitu. Sehingga berita itu benar-benar terlupakan.
Pada jam terakhir aku dan para peserta jurnalistik yang lain masih mengikuti pelajaran, akhirnya saat bel berbunyi pulang, aku pulang dengan hujan-hujanan. Besoknya aku menyerahkan berita yang telah diselesaikan kepada Pak Deni tepatnya waktu PD Jurnalistik. Akhirnya kami dapat pengalaman dari Radar dan menghasilkan sebuah berita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar